Catatan Dari Rakernas BP4, Menag Usulkan Revisi UU Perkawinan

 

Oleh: H. Abdul Gani Isa (Ketua BP4 Aceh)

Rapat Kerja Nasional Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (Rakernas BP4) dibuka oleh Menteri Agama RI Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, di Hotel Redtop Jakarta Pusat, 22 - 24 April 2025. Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam sambutannya mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan menambahkan Bab Khusus mengenai pelestarian perkawinan. 

Menurut Nasaruddin, tingginya angka perceraian di Indonesia menjadi sinyal bahwa ketahanan rumah tangga semakin rapuh dan perlu mendapat perhatian serius. Negara, tidak cukup hanya mengatur legalitas pernikahan, tetapi juga perlu hadir dalam menjaga keutuhannya. 

“Perceraian sering kali melahirkan orang miskin baru. Korban pertamanya adalah istri, lalu anak. Karena itu, negara perlu hadir bukan hanya dalam mengesahkan, tetapi juga menjaga keberlangsungan pernikahan,” tegas Nasaruddin Umar di Jakarta, Selasa (22/4/2025). Ia menilai sudah saatnya UU Perkawinan menegaskan pentingnya pelestarian perkawinan, sebagai bentuk perlindungan keluarga dan investasi masa depan bangsa.

Sebelas Rekomendasi

Menag Nasaruddin juga menyoroti perlunya pendekatan mediasi sebagai langkah preventif dalam menjaga keutuhan perkawinan. Ia merekomendasikan 11 strategi mediasi yang dapat dilakukan BP4. “Kita perlu lebih fokus pada mediasi. BP4 menjadi pihak yang paling tepat dalam merespon dan mencegah meningkatnya angka perceraian. Bahkan, jika perlu, kita usulkan Undang-Undang baru tentang ketahanan rumah tangga,” ujar Nasaruddin.

Adapun 11 strategi mediasi yang direkomendasikan bagi BP4: 1) Memperluas peran mediasi kepada pasangan pranikah dan usia matang yang belum menikah.  2) Proaktif mendorong pasangan muda untuk menikah.  3) Berperan sebagai "makcomblang" atau perantara jodoh. 4) Melakukan mediasi pascaperceraian untuk mencegah anak terlantar. 5). Menjadi mediator dalam konflik antara menantu dan mertua.  

6) Bekerjasama dengan peradilan agama agar tidak mudah memutus perkara cerai.  7) Memediasi pasangan nikah siri untuk melakukan isbat nikah. 8) Menjadi penengah dalam permasalahan yang menghambat proses pernikahan di KUA.  9) Melakukan mediasi terhadap individu yang berpotensi selingkuh.  10) Menginisiasi program nikah massal agar masyarakat tidak terbebani biaya. 11) Menjalin koordinasi dengan lembaga pemerintah yang mengelola program gizi dan pendidikan agar anak-anak mendapat perhatian yang layak.

Menag Nasaruddin juga mengusulkan, agar BP4 dilibatkan secara resmi dalam proses perceraian melalui surat keputusan Mahkamah Agung, serta mendorong penguatan BP4 hingga ke tingkat daerah.

Keluarga Indonesia 

Sementara Dirjen Bimas Islam Kemenag, Abu Rokhmad, menyambut baik arahan Menag Nasaruddin. Ia menegaskan bahwa tantangan keluarga Indonesia saat ini semakin kompleks, mulai dari tingginya angka perceraian hingga rendahnya literasi perkawinan. 

“Kami menyadari bahwa tantangan dalam pembinaan dan pelestarian perkawinan di era sekarang semakin kompleks. Tingginya angka perceraian, rendahnya literasi perkawinan, hingga tantangan budaya digital terhadap ketahanan keluarga merupakan masalah nyata yang harus kita hadapi dan sikapi bersama,” ungkapnya.

Ia juga menyatakan kesiapan jajaran Ditjen Bimas Islam untuk mendukung pengembangan kelembagaan dan program strategis BP4. “BP4 adalah mitra strategis Direktorat Jenderal Bimas Islam,” tandasnya.

Angka Perceraian Tinggi

Sekretaris Badilag Mahkamah Agung, Arief Hidayat, menyebutkan, angka perceraian di Indonesia masih tergolong tinggi, namun kabar baik datang dari tren penurunan perkara perceraian yang berhasil dicabut melalui mediasi. 

“Sepanjang tahun 2024 tercatat sebanyak 37.354 perkara berhasil dicabut dari total 469.328 perceraian yang terdaftar di Pengadilan Agama. Walaupun belum mencapai 10% dari total perkara, angka ini tetap menggembirakan karena menunjukkan keberhasilan mediasi,” ujarnya saat menjadi nara sumber dalam Rakernas BP4, Rabu (23/4/2025).

Sementara itu, Nopian dari BKKBN Pusat mengatakan, selain angka perceraian, praktik perkawinan anak juga masih menjadi perhatian serius. Jumlah anak perempuan yang sudah menikah di Indonesia mencapai 1,4 juta, menjadikan Indonesia berada di peringkat kedelapan di dunia. “Ini sangat memprihatinkan,” tegas Nopian. Ia mengutip data UNICEF yang menyebutkan, pada tahun 2017 sekitar 14% perempuan  di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun dan 1% menikah sebelum usia 15 tahun. 

Semua ini dan hasil-hasil Rakernas BP4 perlu kita tindaklanjuti dengan program dan kegiatan yang lebih konkret di daerah masing-masing, guna menyelesaikan berbagai masalah perkawinan, serta meningkatan kualitas keluarga Indonesia di masa akan datang. 

Editor: Sayed M. Husen

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama