Hardikda ke 65, Jangan Lupakan KOPELMA

 

Penulis Nur El Ibrahim M dalam bukunya berjudul Peranan Teungku M.Daud Beureueh dalam Pergolakan Aceh, menyebutkan, Aceh mempunyai keistimewaan, sejak jaman yang lalu. Dalam jaman penjajahan Belanda, daerah ini menarik perhatian Pemerintah Belanda; daerah ini diperlakukan dengan sangat hati-hati. Terhadap daerah ini mereka jalankan siasat istimewa dengan sebutan “Aceh politiek”. Mereka, penjajah Belanda dapat menangkap jiwa masyarakat Aceh, dan dapat menyesuaikan cara-cara memerintah dan cara-cara bergaul dengan masyarakat umum sehingga lambat laun kedudukan mereka di daerah ini menjadi stabil.

sejak Indonesia Merdeka, hingga sampai saat ini, Aceh sudah berapa kali dinobatkan sebagai Daerah Istimewa, Daerah Otonomi atau Daerah Khusus. Salah satu kekhususan yang dimiliki Aceh dalam dalam bidang pendidikan, maka di hari Pendidikan Daerah (Hardikda) ke 65 2 september tahun 2024, sejauh mana pendidikan kita baik secara adat keacehan, nilai-nilai budaya dan sejarah Aceh yang telah tertuang dengan baik dalam dunia pendidikan generasi kita sekarang atau yang akan datang.  Jika belum ada, tentu ini sangat menarik jadi bahan kajian dan renungan bagi kita semua masyarakat Aceh.

Ketua Umum Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Aceh, Reza Hendra Putra mengatakan sejatinya momentum Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) kita menggesplorasi kembali, nilai-nilai kebudayaan, adat istiadat, dan sejarah Aceh.

“kita khawatir dengan anak-anak didik kita sekarang, jangan-jangan asal-usul nama daerahnya sendiri tidak tahu,” ungkap Reza menjawab Gema Baiturrahman, Kamis (05/09/2024).  

Menurut Reza, di sejumlah provinsi seperti Jawa Barat, Jawa Timur dan Yogjakarta, pendidikan dan pemahaman terhadap daerahnya masing-masing sudah mulai diajarkan sejak pendidikan Dasar.  

“Sedangkan pendidikan keacehan, kalau direfleksi masih lemah, misalnya soal sejarah, bahasan aceh dan budaya Dibandingkan Jawa Timur, Jawa Barat, harus dievalusai dan di-mapping,” ujarnya.

Sejatinya, kata Reza paska MoU Helsinki dan lahirnya UUPA (Undang-undang Pemerintah Aceh), penguatan pendidikan kedaerahan di Aceh jadi perhatian bersama, baik para AKademisi di Kampus, Dinas penanggung Jawab, serta para lembaga dan Stakeholder pendidikan.   Hal ini dalam pandangan dia, seoalh-olah pendidikan Keacehan seperti dirundung kondisi dilematis baik terkait kurikulum tersendiri  atau hal-hal teknis lainnya.

Ia mengarapkan, seluruh elemen masayarakat Aceh yang peduli dengan pendidikan keAcehan, untuk dapat duduk bersama, baik pihak Kampus sebagai laboratorium tenaga pendidik, Dinas, Majelis pendidikan, serta para tingkat terendah seperti Geuchik di Gampong.

Begitu pula, Ketua Umum Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PII) Provinsi Aceh, Amsal menjelaskan salah satu provinsi dengan status keistimewaan di Indonesia, Aceh memiliki kesempatan unik untuk mengembangkan pendidikan yang mencerminkan nilai-nilai lokal sekaligus bersaing secara nasional.

Menurut Amsal, dari kurikulum yang ada , kegiatan kegiatan pendidikan kharakter dll hampir semua nya sama dengan pendidikan pusat .

Lembaga pendidikan yang istimewa seperti MPA juga belum maksimal menggarap pendidikan karena punya kewanangan yang sangat kecil .

Ia berharap harus juga melihat sisi keistimewaan untuk dapat memberikan perbedaan yang signifikat dalam membangun kecerdasan  spiritual dan intelektual agar dapat dikatakan istimewa dalam pendidikan yang membedakan Aceh dengan provinsi lainnya.

Aceh kata Amsal memiliki banyak para akademisi, baik di kampus-kampus ternama yang harusnya ikut menjadikan hardikda ini sebagai bahan refleksi   dan memanfaatkan keististimewaan, tidak melupakan dasarnya Hari Hardikda diperingati untuk merayakan berdirinya Kota Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma) Darussalam dengab empat pilar penting: mutu, relevansi dan daya saing, pemerataan dan perluasan akses, tata kelola dan akuntabilitas, serta implementasi sistem pendidikan yang berbasis nilai-nilai Islami. (marmus)

 



 

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama