Kejujuran & 100 Hari Maulud

 

Ahad lalu,  umat Islam mengadakan peringatan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW 12 Rabiul  Awal.  Endatu bansa Aceh telah merancang peringatan Maulud Nabi yang digelar selama 100 hari. Hal ini jarang terjadi di daerah lain. Selama 3 bulan non stop, rakyat Aceh mengadakan peringatan ceramah maulud yang kemudian berlanjut atau sebelumnya dengan kenduri Nabi.

Ada makna lain di balik  kegiatan selama 100 hari kenduri yang ada yang menyebutkan ini berkaitan dengan jurus di masa perlawanan melawan kaphe-kaphe Belanda.  Melalui hajatan  kenduri Maulud,  cuak-cuak Belanda tidak mengetahui dalam kenduri maulud itu ada pembahasan perihal  jurus melawan marsose-marsose Belanda. Di balik piring/daun pisang kenduri,  panglima perang atau ulama mengatur perlawanan, mengadakan silaturrahmi dan sebagainya untuk terus mengobarkan perang jihad fisabillillah. Masjid atau meunasah menjadi posko dan benteng mengatur strategis perjuangan. Dalam hiruk-pikuk.

Maulud Nabi bukan hanya sekadar serimonial yang dilaksanakan setiap tahun.  Momentum Maulud  Nabi menjadi ulang kaji kepada umat untuk memetik intisari dari teladan Rasulullah.  Karena manusia pelupa, khilaf, emosional dan sebagainya,  ceramah Maulud menjadi kabar  untuk mengingatkan masyarakat akan teladan dari Rasulullah.

Pada bulan Maulud kita temukan pembacaan shalawat, zikir, lantunan ayat suci Al-Quran hingga pembacaan sirah dan kisah perjalanan hidup baginda Nabi Muhammad SAW. Dalam pembacaan Maulud, banyak sekali teladan dari Rasulullah yang dapat kita ikuti dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang menuntun umat ke surga.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS. al-Ahzab: 21)

Di era sekarang salah satu sifat Nabi yang sudah langka yakni uswah hasanah Nabi sifat jujur Nabi Muhammad saw. Sebelum Islam disebarkan oleh Rasulullah, kaum Quraisy menjuluki Nabi sebagai al-Amin atau orang yang dapat dipercaya. Rasulullah adalah seorang yang memiliki sifat jujur bahkan jauh sebelum menjadi seorang nabi sekaligus rasul.

 

Dari sifat kejujurannya itu, beliau pun mendapatkan predikat baik dari masyarakat di sekitarnya. Sosok Muhammad ketika masih menjadi pemuda sering mengikuti pamannya, Abdul Muthalib untuk berdagang ke negeri Syam.  Suatu hari Nabi Muhammad berselisih paham dengan salah seorang pembeli ketika berdagang di negeri Syam. Persoalan yang menyebabkan perselisihan ini adalah karena kondisi barang yang dipilih oleh pembeli, sehingga ia berkata kepada Nabi Muhammad, “Bersumpahlah demi Lata dan Uzza!” Muhammad menjawab, “Aku tidak pernah bersumpah atas nama Lata dan Uzza sebelumnya.”

 

Rasulullah menjelaskan kejujuran menunjukkan pada kebaikan yang ujungnya surga. Kejujuran merupakan karakter tulus dan murni dalam diri seseorang, yang perlu dibiasakan. Nabi  bersabda:

“Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.” (HR. Al-Bukhari).

Pada zaman sekarang,  kita rindukan sosok umara, ulama,  dan umat yang jujur pada diri sendiri, tidak dzalim kepada siapa pun dan sebagainya, Momentum Maulud Nabi untuk mengingatkan diri sendiri untuk menjadikan Rasulullah sebagai rujukan dalam bertindak sehari-hari.   Endatu mewanti-wanti rakyat Aceh dengan pesan, “Sulet Keu Pangkai Kanjai Keu Laba’ . [Murizal Hamzah]
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama