“Puebuet nyang kalheuh tapeugah!”

 


Akmal Abzal, S. HI, - Komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, periode 2008-2013 dan 2018-2023.

Kampanye yang benar dan baik adalah yang tidak saling menjelekkan antara satu dengan yang lainnya dan dilakukan secara Islami. Simak wawancara wartawan Tabloid Gema Baiturrahman Eriza M. Dahlan dengan Tgk. Akmal Abzal, S. HI, Komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, periode 2008-2013 dan 2018-2023.

Bagaimana yang disebut kampanye yang baik dan islami?

Kampanye secara Islami adalah kampanye yang menyampaikan dan yang menggunakan kesempatan untuk meyakinkan pemilih agar visi misi mereka itu menjadi daya tarik. Menyampaikan pesan-pesan program kerja untuk meyakini masyarakat bahwa dia punya kemampuan, program, dan punya cita-cita untuk membawa negeri ini kian lebih baik daripada hari-hari yang kita lalui. Maka kampanye yang Islami itu kampanye peugah ube buet, peubuet peu nyang kahleuh tapeugah. Maka di luar konsep seperti itu, yang menyampaikan pesan-pesan pembohongan yang tidak masuk dalam akal bukan bentuk daripada kampanye Islami tapi kampanye pencitraan diri agar masyarakat terbuai dengan program-program cat langitnya.

Adakah cara meyakinkan para pemilih yang tepat?

Cara meyakinkan masyarakat bahwa kita berkampanye itu mereview apa yang telah di transferkan oleh Rasulullah Siddiq, Amanah, Tablig, Fathanah. Kejujuran, kecerdasan, integritas, dan komunikasi yang bagus. Jangan karena alasan politik praktik, kejujuran di kesampingkan, amanah kepercayaan dikhianati, intonasi dan narasi yang digunakan tidak narasi meneduhkan tapi saling menyerang, menghasut, merendahkan. Itu bukan tuntunan Rasulullah. Menyampaikan konsep, meyakinkan pemilih dengan narasi-narasi yang teduh, bahasa-bahasa yang menyejukkan dan merangkul merasionalkan pemilih, dan cerdaslah dalam meyakinkan pemilih bukan dengan cara mengintimidasi seperti teror atau menjanjikan masyarakat dengan money politics.

Apakah kampanye selama ini termasuk islami?

Beberapa pemilu baik legislatif, presiden dan kepala daerah akhir-akhir ini telah mengesampingkan konsep Islam dalam menggapai sebuah kekuasaan. Padahal Islam tidak seperti itu. Dalam Al quran Al Hujurat ayat 11 telah disampaikan “hai orang-orang yang beriman janganlah laki-laki atau perempuan mengolok-olok suatu kaum, bisa jadi yang di olok-olok itu lebih baik di sisi Allah dan Allah juga melarang janganlah kalian saling mencela yang lain dan janganlah memanggil saudara dengan panggilan yang tidak disukainya.

Tapi yang kita lihat sekarang ini justru saling menghujat, menghasut, menghina, merendahkan calon pemimpin yang seharusnya samina  wa athana lima tahun ke depan, tetapi calon pemimpin yang terpilih itu orang yang sudah kita olok-olok, direndahkan martabatnya dan saling menghina. Islam tidak seperti itu. Konon lagi teror, intimidasi, baik tekanan fisik maupun money politics

Rasulullah berkata, Arrasyi walmurtasyi finnaar, artinya penyuap dan yang menerima sama-sama masuk neraka. Jangan karena kekuasaan mengesampingkan nilai-nilai Islam yang kita anut. Islam tidak melarang untuk mendapatkan kekuasaan, menetapkan pemimpin-pemimpin negeri. Ibnu Taymiyah dalam al-Siyasah al-Syar’iyah mengatakan bahwa enam puluh tahun di bawah kepemimpinan seorang pemimpin yang zalim itu lebih baik ketimbang satu malam tanpa kepemimpinan. Begitu pentingnya memilih pemimpin tapi bagi siapapun baik bagi calon jangan menggunakan cara apapun menghalalkan segala cara dalam meraih kemenangan maupun untuk tim sukses jangan kita nafikan kebaikan dan kebenaran serta kejujuran orang lain karena fanatiknya kepada calon yang di usung.

Jadi, posisi etika dalam berkampanye selama ini dikemnakan?

Pada tataran pasangan calon, mereka menjaga etika itu, tapi tidak pada pengikut atau kelompok fanatik dan pada tataran para calon kita bisa melihat sama-sama di warung kopi dan juga bercanda. Tapi tidak demikian dengan timnya. Sebenarnya ini harus dijaga bagaimana para elite tersebut bercanda ria dengan gembira dan kepada pengikutnya agar jangan sampai saling bermusuhan dan menjelekkan yang lainnya. Yang harus di edukasi adalah semua proses pemilihan dalam penentuan pemimpin bangsa, daerah, itu merupakan pemimpin kita semua. Siapapun yang terpilih kita menitip harapan kepada pemimpin agar agama lebih baik, ekonomi dan kesejahteraan kian lebih meningkat.

Harapan Anda ke depannya?

Masyarakat harus berani dan proaktif untuk menjemput pesan-pesan moral yang baik. Masyarakat harus diedukasi untuk menolak konsep-konsep visi misi yang irasional atau yang tidak masuk akal sampai masyarakat terbuai dengan konsep-konsep yang diluar nalar sehingga terjebak untuk memilih pemimpin-pemimpin yang mereka anggap padahal meng-ale hana ek dilingke tapi keneuk na rencana baplung pesawat. Janganlah seperti itu. Kita dorong masyarakat menuntut kepada calon pemimpin agar mereka itu menyampaikan program-program kerja yang menyentuh dengan kepentingan umat, kepentingan agama, ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

   

 

 

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama